A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang samgat subyektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. (Long. 1996)
Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan mau pun berat (Pilharjo. 1992).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepsinya. Walau pun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara sederhana nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan. Baik secara sensori mau pun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu jaringan atau factor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain. (Asmadi.2008)
2. Fisiologi
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan ke serabut C. serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn, terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non-opiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yagn ditransmisikan oleh serabut A. Jalur non-opiate merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya. (Barbara C Long. 1989)
Perbedaan serabut saraf nyeri tipe delta A dan C
Serabut Saraf Tipe Delta A | Serabut Saraf Tipe Delta C |
· Daya hantar sinyal relative cepat · Bermyelin halus dengan diameter 2 - 5 mm · Membawa rangsangan nyeri yang menusuk · Serabut saraf tipe ini berakhir di cornu dorsalis dan lamina I | · Daya hantar sinyal lebih lambat · Tidak bermyelin dengan diameter 0.4 - 1.2 mm · Membawa rangsangan nyeri terbakar dan tumpul · Serabut saraf tipe ini berakhir di lamina II, III, dan IV |
- Respon Fisiologis Terhadap Nyeri
Impuls-impuls melewati SRT jalur yang m,endaki mengaktifkan sebagian sistem saraf autonom, khusus dengan nyeri yang parah dan serangan mendadak yang tidak diharapkan. Respon itu sama dengan isyarat reaksi ancaman yang mencakup takikardia, meningkatkan tekanan darah, pupil melebar, diaphoresis dan stimulus sekresi adtrenal medula. Dalam situasi tertentu, namun seprti nyeri visceral yang parah dan menyerang mendadak, pada waktu itu terjadi vasodilatasi dengan menurunnya tekanan darah dan terjadi shock.
Stimulus yang merusak dan juga menimbulkan refleks-refleks kontraksi dari otot-otot fleksor, respon yang menjauh dari nyeri. Umpamanya meraba benda panas akan berakibat kontraksi otot tangan dan lengan dengan menjauhkan tangan dari objek. Stimulus yang merusak terus-menerus biasanya ada hubungan dengan otot yang berhubungan jauh. Contoh dari fenomena adalah kekakuan perut pada orang yang menderita nyeri intraabdomen.
Gambar. Mekanisme Rangsangan Nyeri
(Sumber : Suzanne C. Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperatwatan Medikal Bedah)
1. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan psikis.
a. Secara Fisik
1) Trauma
a) Trauma mekanik
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf-saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, atau pun luka.
b) Trauma termis
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibatpanas dingin.
c) Trauma kimiawi
Terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
d) Trauma elektrik
Dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
2) Neoplasma
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan, atau metastasa.
3) Peradangan
Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh factor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
b. Secara Psikis
Penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis. Nyeri yang disebabkan factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organic melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Ini dapt dijumpai pada kasus yang termasuk kategori psikomatik. Nyeri karena factor ini disebut pula psychogenic pain.
2. Klasifikasi
a. Nyeri berdasarkan tempatnya :
1) Pheriperal pain
Yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh.
Missal : mukosa
2) Deep pain
Yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain
Yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ atau struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain
Yaitu nyeri yang terjadi karena perangsanagn pada system saraf pusat, spinal cord batang otak, thalamus, dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya :
1) Incidental pain
Yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain
Yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.
3) Paroxymal pain
Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :
1) Nyeri akut
Nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir dalam enam, bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, atau pun pada suatu penyakit arteriosderosis pada arteri koroner.
2) Nyeri kronis
Nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus menerus terasa makin lama semakin meningkat intensitasnya walau pun telah diberika pengobatan, misalnya nyeri karena neoplasma.
Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis
Nyeri Akut | Nyeri Kronis |
· Waktu kurang dari enam bulan · Daerah nyeri terlokalisasi · Nyeri terasa tajam seperti ditusuk, disayat, dicubit, dan lain-lain · Reseptor saraf simpatis : takikardia, peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, pucat, lembab, berkeringat dan dilatasi pupil · Penampilan klien tampakj cemas, gelisah, dan terjadi ketegangan otot | · Waktu lebih dari enam bulan · Daerah nyeri menyebar · Nyeri terasa tumpul, seperti linu, ngilu, dan lain-lain · Reseptor saraf parasimpatis, penurunan tekanan darah, brakikardia, kulit kering, panas dan pupil konstriksi · Penampilan klien tampak depresi dan menarik diri |
d. Nyeri berdasarkan berat ringannya :
1) Nyeri Ringan
Nyeri dengan intensitas rendah. Pada nyeri ini, seseorang bias menjalankan aktivitasnya seperti biasa. (tidak mengganggu aktivitas).
2) Nyeri Sedang
Nyeri dengan intensitas sedang \ menimbulkan reaksi (fisiologis maupun psikologis)
3) Nyeri Berat
Nyeri dengan inyensitas yang tinggi. Pada nyeri ini, seseorang sudah dapatmelakukan aktivitas karena nyeri tersebut sudah tidak dapat dikendalikan oleh orang yang mengalaminya. Penggunaan obat analgesic dapat membantu pada nyeri ini.
5. Penatalaksanaan
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri dibedakan menjadi terapi farmakologi dan terapi nyeri non farmakologi.
a)Terapi Farmakologi
1) Analgesik
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan analgetik narkotik, dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan.
Ada 3 jenis analgetik, yakni :
a. Non Narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
b. Analgesik narkotik atau opiate
c. Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik
Analgesik dan indikasi terapi
Kategori Obat | Indikasi |
· Analgesik non narkotik · Asetamifolen (Tylenol) · Asam Asetilsalisilat (aspirin) NSAID · Reseptor saraf simpatis : takikardia, peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, pucat, lembab, berkeringat dan dilatasi pupil · Penampilan klien tampakj cemas, gelisah, dan terjadi ketegangan otot | · Waktu lebih dari enam bulan · Daerah nyeri menyebar · Nyeri terasa tumpul, seperti linu, ngilu, dan lain-lain · Reseptor saraf parasimpatis, penurunan tekanan darah, brakikardia, kulit kering, panas dan pupil konstriksi · Penampilan klien tampak depresi dan menarik diri |
2) Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)
Klien menerima keuntungan apabila ia mampu mengontrol terapi nyeri. Apabila klien bergantung kepada perawat untuk analgesia, maka sering kali terjadi siklus yang tidak teratur pada pergantian nyeri dan status analgesia. Klien merasakan nyeri dan minta obat, tetapi perawat terlebih dahulu harus mengkaji klien dan kemudian menyediakan obat.
System pemberian obat yang disebut ADP, merupakan metode yang aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri pasca operasi, dan nyeri traumatic. Kebanyakan klien lebih menyukai metode pemberian injeksi berkala. Hal ini merupakan system pemberian obat yang memungkinkan klien mendapatkan medikasi nyeri ketika mereka menginginkan obat tersebut tanpa resiko overdosis.
3) Anastesi Lokal dan Regional
Anastesi local adalah suatu keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian tubuh. Dokter menggunakan anastesi local saat menjahit luka membantu persalinan dan melakukan pembedahan sederhana. Anestesi local dapat dioleskan secara topical pada kulit yang membrane muka atau diinjeksikan untuk menganestesikan bagian tubuh tertentu. Obat-obatan menyebabkan kehilangan sensasi sementara dengan menghambat konduksi saraf. Obat-obatan ini juga memblokir fungsi otonom dan fungsi motorik. Dengan demikian, apabila klien merasa kehilangan sensasi untuk sementara waktu pada suatu bagian tubuh, maka fungsi motorik dan fungsi otonom juga hilang.
4) Analgesia Epidural
Merupakan anestasia local dan terapi efektif untuk menangani nyeri paska operasi akut, nyeri persalinan dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang ada hubungan dengan kanker. (Mc Nair, 1990). Analgesia ini memungkinkan pengontrolan atau pengulangan nyeri yang berat tanpa efek sedative dari narkotik parental atau oral yang lebih serius. Analgesia Epidural berlangsung dalam jangka waktu pendek / panjang, tergantung pada kondisi klien dan harapan. Terapi jangka pendek digunakan untuk mengatasi nyeri akibat bedah intratorak, bedah abdomen, dan bedah ortopedi. Terapi jangka panjang digunakan untuk nyeri yang tidak dapat dikendalikan, pada bagian tubuh bawah, khususnya bila bagian tubuh itu bilateral.
c) Terapi Non Farmakologi
1. Teknik Distraksi
Adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distrasi yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
· Bernafas lambat dan berirama secara teratur
· Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
· Mendengarkan musik
· Mendorong untuk berkhayal (guided imagery)
· Massage (pijatan)
2. Teknik Relaksasi
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik Relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat dan lingkungan yang tenang. Prinsipnya klien harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra atau do’a atau zikir dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru.
Langkah-langkah latihan relaksasi autogenic :
a) Persiapan sebelum mulai latihan
1) Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam
2) Atur nafas hingga nafas lebih teratur
3) Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan
b) Langkah 1 : merasakan berat
1) Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat. Selanjutnya secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur dan ringan.
2) Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher, dan kaki.
c) Langkah 2 : merasakan kehangatan
1) Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnyaaliran darah. Katakana dalam hati “ Saya merasa senang dan hangat “.
2) Ulangi enam kali.
d) Langkah 3 : merasakan denyut jantung
1) Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.
2) Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang.
3) Ulangi enam kali.
e) Langkah 4 : latihan pernafasan
1) Posisi tangan tidak berubah.
2) Katakana dalam diri “ nafasku longgar dan tenang “.
3) Ulangi enam kali.
f) Langkah 5 : latihan abdomen
1) Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah pada perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat.
2) Ulangi enam kali.
g) Langkah 6 : latihan kepala
1) Kedua tangan kembali keposisi awal.
2) Katakana dalam hati “ kepala saya benar-benar dingin “.
3) Ulangi enam kali.
h) Langkah 7 : akhir latihan
Melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan dengan nafas dalam lalu buang nafas pelan-pelan sambil membuka mata.
3. Hipnotis
Adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh pehipnotis.
4. Imajinasi Terbimbing
Adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan bahwa dengan setiap napas yang diekhalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan tubuh yang rileks dan nyaman.
5. Prosedur Bedah Saraf
Menghilangkan nyeri kronis yang tidak bisa dikendalikan oleh analgesik (nyeri intractable) dapat dikurangi atau ditiadakan oleh berbagai macam prosedur bedah saraf. Bentuk-bentuk lain pengendalian nyeri dicoba sebelum dengan cara bedah saraf. Prosedur-prosedur bedah saraf secara keseluruhan belum berhasil. Pembatasan utama termasuk yang berlangsung tidak lama, terjadi disesthesia (nyeri yang dimunculkan dengan meraba kulit akibat bedah yang mengganggu aferen) dan menambah disfungsi neurologis. Neuroktomi mempunyai keterbatasan pada saraf perifer yang dapat kembali regenerasi.
6. Stimulator-stimulator Listrik
Berguna untuk modifikasi stimulus dengan memblok atau merubah stimulus nyeri dengan stimulus yang dirasakan nyeri. Terdapat 2 jenis stimulus-stimulus listrik, yaitu :
a) Stimulator saraf listrik transkutan (TENS) yaitu stimulator bertenaga baterai yang dipakai diluar
b) Stimulator sumsum belakang yaitu penempatan elektroda pada atau dekat sumsum tulang belakang (Instrusif)
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah riwayat nyeri : keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara ‘PQRST’ :
a) P (Pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Hal ini berkaitan erat dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan tahanan terhadap nyeri adalah alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau gasukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang dapat menurunkan tahanan terhadap nyeri adalah kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
b) Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
Contoh sensasi yang tajam adalah jarum suntik, luka potong kecil atau laserasi, dan lain-lain. Sensasi tumpul, seperti ngilu, linu, dan lain-lain. Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui ; nyeri kepala : ada yang membentur.
c) R (Region), daerah perjalanan nyeri.
Untuk mengetahui lokasi nyeri, perawat meminta utnuk menunjukkan semua daerah yang dirasa tidak nyaman. Untuk melokalisasi nyeri dengan baik dengan lebih spesifik, perawat kemudian meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri. Hal ini sulit dilakukan apabila nyeri bersifat difusi (nyeri menyebar kesegala arah), meliputi beberapa tempat atau melibatkan segmen terbesar tubuh.
d) S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
e) T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.
Perawat mengajukan pertanyaan utnuk menentukan awitan, durasi dan rangsangan nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Sudah berapa lama nyeri yang dirasakan? Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari? Seberapa sering nyeri kembali kambuh?
Mengobyektifkan Nyeri
Nyeri diupayakan menjadi terukur dengan skala. Termasuk disini skala numerik nyeri, visual analog scale yang berupa garis lurus , dan skala wajah. Skala dipergunakan untuk mendeskripsikan intensitas / beratnya rasa nyeri.
1) Skala Numerik Nyeri
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik, dari 0 hingga 10, di bawah ini , dikenal juga sebagai Visual Analog Scale (VAS), Nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10) , suatu nyeri yang sangat hebat.
Skala Numerik Nyeri
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri, tetapi masih bias dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol
2) Visual Analog Scale
Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus , tanpa angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri , ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang.
Visual Analog Scale (VAS)
Tidak ada rasa nyeri | ______________________________________________ | Sangat Nyeri |
i. Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih, juga digunakan untuk "mengekspresikan" rasa nyeri. Skala ini dapat dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.
Skala wajah untuk nyeri
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubugnan dengan ganguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma musculoskeletal atau tulang.
Tujuan :
1) Mengetahui penyebab ketidaknyamanan yang mungkin
2) Tercapainya kenyamanan pada pasien.
Kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan bahwa rasa sakit dapat terkontrol atau dihilangkan.
2) Pasien tampak santai, dapat beristirahat, tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Evaluasi rasa sakit secara regular (misal setiap 2 jam x 12). Catat karakteristik, lokasi dan intensitas (skala 0 – 10).
Rasional : sediakan informasi mengenai kebutuhan atau efektifitas hipertensi.
2) Kaji TTV, perhatikan thakikardi, hipertensi dan peningkatan pernafasan bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
Catatan : sebagian pasien mungkin mengalami sedikit penurunan tekanan darah, yang akan kembali ke dalam jangkauan normal setelah rasa sakit berhasil dihilangkan.
3) Lakukan reposisi sesuai petunjuk, missal semi fowler, miring.
Rasional : mungkin mengurangi rasa sakit dan mengakibatkan sirkubasi. Posisi semi-fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artitis, sedangkan miring mengurangi tekanan abdominal.
4) Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
Rasional : lepaskan ketegangan rasional dan otot; tingkatkan perasaan control yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
5) Observasi efek analgetik
Rasional : respirasi mungkin menurun pada pemberian pada pemberian narkotik dan mungkin menimbulkan efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan pembedahan dan imobilisasi.
Tujuan :
1) Mengajarkan latihan ROM dan cara mengubah posisi
2) Memberikan pendidikan kebutuhan pada klien
Kriteria hasil :
1) Pasien akan mengungkapkan keefektifan pereda nyeri.
2) Pasien dapat menunjukkan latihan ROM sendiri dan dapat mengubah posisi.
3) Pasien dapat menggunakan obat secara teratur.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengubah posisi dan melakukan latihan ROM.
Rasional : perubahan posisi dan latihan ROM yang sering mengurangi ketegangan otot dan spasme
2. Bila posisi klien miring, letakkan bantal di antara kaki dan region lumbal.
Rasional : sanggaan ini mengurangi tekanan pada luka.
3. Jelaskan perlunya untuk minum obat secara teratur dan sebelum aktivitas yang dapat menyebabkan nyeri.
Rasional : pendekatan preventif untuk mengurangi nyeri termasuk pemberian oabat secara teratur sebelum nyeri menjadi berat, dari pada pendekatan kalau perlu.
4. Sediakan restock gantung di atas tempat tidur.
Rasional : restock gantung memungkinkan gerakan dengan nyeri sedikit.
c. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi usus.
Tujuan :
1) Mengajarkan tindakan pereda nyeri.
2) Meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kriteria hasil :
1) Klien akan menyebutkan orang lain mengakui dan memvalidasi nyeri..
2) Klien akan mempraktekkan tindakan pereda nyeri non-invasif untuk mengatasi nyeri.
3) Klien akan menyebutkan perbaikan nyeri dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Intervensi :
1) Ketahui nyeri klien.
Rasional : dengan mengetahui nyeri klien dan memvalidasi klien dapat membantu mengurangi ansietas klien, yang dapat menurunkan nyeri.
2) Tentukan hubungan antara makan dan minum serta nyeri abdomen.
Rasional : klien dapat menghubungakan makan atau minum dengan awitan nyeri abdomen, dan dapat membatasi masukan untuk menghindari nyeri.
3) Tetapkan hubungan antara pasase feses atau flatus dan nyeri mereda.
Rasional : nyeri tidak hilang dengan pasase feses atau flatus mungkin tanda obstruksi usus atau peritonitis.
4) Berikan penghilang nyeri.
(a) Bantu dengan perubahan posisi.
Rasional : pengubahan posisi dapat membantu menggerakkan udara dalam usus, menghilangkan .....
(b) Berikan bantalan hangat di atas abdomen, kecuali selama PIU akut.
Rasional : kehangatan merilekskan otot abdomen.
(c) Dorong latihan relaksasi.
Rasional : relaksasi dapat meningkatkan efek terapeutik onbat nyeri.
(d) Dorong aktivitas pengalihan seperti kunjungan keluarga, hubunan telepone, dan keterlibatan perawatan diri.
Rasional : pengalihan dapat membantu mengalihkan klien dari nyeri.
(e) Berikan anti kolinergik yangn diresepkan untuk memberikan peredaan terhadap kram. Tunda bila terjadi tanda dan gejala obstruksi usus. Hindari analgesik narkotik.
Rasional : obat anti kolinergik menurunkan motilitas GI dan membantu meredakan kram. Analgesik narkotik umumnya dihindar karena menutupi gejala komplikasi yang mengancam hidup. Penggunaan kronis dapat juga menyebabkan obstruksi.
5) Evaluasi keberhasilan rencana penatalaksanaan nyeri.
Rasional : evaluasi sering terghadap peredaan nyeri memungkinkan penyesuaian program untuk keberhasilan maksimum. Kegagalan mengatasi nyeri kronis dapat menimbulkan depresi.
d. Nyeri yang berhubungan dengan cedera termal, tindakan, dan imobilitas.
Tujuan :
1) Mengajarkan tindakan pereda nyeri.
2) Memberikan pendidikan kesehatan bagi klien.
Kriteria hasil :
1) Klien akan melaporkan kemajuan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan penghilang nyeri.
2) Klien akan mendapatkan kenyamanan..
Intervensi :
1) Tunjukkan bahwa anda mengetahui dan memahami nyeri yang dirasakannya.
Rasional : klien yang merasa bahwa ia harus meyakinkan pemberi perawatan yang ragu-ragu tentang keseriusan nyerinya mengalami peningkatan ansietas, yang dapat meningkatkan nyeri.
2) Berikan privasi untuk klien selama episode nyeri akut.
Rasional : privasi mengurangi rasa malu dan ansietas serta memungkinkan koping lebih efektif.
3) Kolaborasikan dengan klien untuk mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif. Kolaborasi ini harus mencakup tindakan yang digunakan selama mengganti balutan.
(a) Distraksi
(b) Latihan pernafasan
(c) Teknik relaksasi
Rasional : klien dapat memberikan pandangan yang bermakna terhadap nyeri dan cara menghilangkannya. Nyeri luka bakar tidak dapat diatasi seluruhnya sampai luka benar-benar sembuh. Distraksi merangsang thalamus, otak tengah dan batang otak, yang meningkatkan pembentukan endofrin, mengubah transmisi nyeri. Teknik distraksi telah menunjukkan dapat mengurangi nyeri dan ansietas selama mengganti balutan latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri – ansietas-ketegangan otot.
4) Lakukan tindakan untuk menurunkan nyeri selama mengganti balutan.
Rasional : penggantian balutan menimbulkan nyeri karena manipulasi luka, pemajanan terhadap udara, dan karena debridement.
(a) Berikan analgesik 30 menit sebelum tindakan. Pertimbangan tambahan bolus intravena selama tindakan bila diperlukan.
Rasional : pemberian dini memungkinkan efek penuh obat selama mengganti balutan.
(b) Basahi balutan yang menempel pada kulit tandur atau luka yang sedang menyembuh dengan sedikit drainase.
Rasional : luka ini tidak memerlukan debridment saat mengangkat balutan. Balutan basah memudahkanpengangkatan dan mengurangi ketidaknyamanan serta perdarahan.
(c) Berikan dorongan pada klien untuk terlibat dalam perawatan luka jika memungkinkan.
Rasional : keterlibatan klien memungkinkan ia mempunyai rasa kontrol.
e. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, trombosis vena dalam.
Tujuan :
1) Mengajarkan tindakan pereda nyeri bagi klien.
2) Melancarkan peredaran darah balik vena.
Kriteria hasil :
1) Klien akan melaporkan penurunan nyeri setelah mendapatkan tindakan penghilangan nyeri.
Intervensi :
1) Tinggikan tungkai bawah yang sakit lebih tinggi dari ketinggian jantung untuk meningkatkan drainase vena..
Rasional : nyeri vena biasanya diperburuk dengan posisi kaki menggantung dan sedikit menghilang dengan meninggikan kaki.
2) Jelaskan perlunya menghindari :
(a) Aspirin
(b) Obat-obatan yang mengandung aspirin, misal : Bismuth, Pepto-Bismol, Alka-Selizer, beberapa ramuan tradisional yang dingin dan menimbulkan alergi.
(c) Oabt non-steroid antiinflamasi, misal : Advil, Midol, Motrin, Indocin, Felden.
Rasional : produk ini mempengaruhi koagulasi trombosit plasma.
f. Nyeri berhubungan dengan interupsi struktur tubuh, flatus dan imobilitas bedah.
Tujuan :
1) Mengajarkan tindakan nyeri bagi klien.
2) Tercapainya kenyamanan bagi klien.
Kriteria hasil :
1) Klien akan melaporkan penurunan progresif dan nyeri dan peningkatan dalam aktivitas.
Intervensi :
1) Kolaborasikan dengan klien untuk menentukan intervensi pereda nyeri yang efektif.
Rasional : klien yang mengalami dapat merasa kehilangan kontrol terhadap tubuh dan hidupnya. Kolaborasi dapat membantu meminimalkan perasaan ini.
2) Kurangi rasa takut klien dan luruskan setiap misinformasi dengan melakukan hal :
(a) Menyuluh apa yang diperkirakan, menggambarkan sensasi yang sejelas mungkin, mencakup beberapa lama ini akan berlangsung.
(b) Menjelaskan metode pereda nyeri, seperti distraksi, pemasangan kompres panas, dan relaksasi progresif.
Rasional : klien yang disiapkan untuk prosedur yang menimbulkan nyeri dengan penjelasan detail tentang sensori yang akan dirasakannya biasanya mengalami sedikit stres dan nyeri dari pada klien yang menerima penjelasan samar atau tak menerima penjelasan.
3) Berikan klien privasi untuk pengalaman nyerinya, misal : menutup tirai dan pintu ruangan, minta orang lain meninggalkan ruangan.
Rasional : privasi memungkinkan klien mengekspresikan nyeri dengan caranya sendiri, yang dapat membantu mengurangi ansietas dan menurunkan nyeri.
4) Ajarkan klien untuk mengeluarkan flatus dengan mengikuti tindakan ini :
(a) Berjalan sesegera mungkin setelah pembedahan.
(b) Mengubah posisi secara teratur, sesuai kemungkinan (misal: berbaring tertelungkup atau memilih posisi lutut-dada)
Rasional : pada pasca operasi, perlambatan peristaltic menimbulkan akumulasigas yang tak dapat diserap. Nyeri terjadi bila segmen usus yang tak sakit berkontraksi dalam upaya utnuk mengeluarkan gas. Aktivitas mempercepat pulihnya peristaltik dan pengeluaran flatus, posisi yang tepat membantu gas bergerak keatas untuk dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan AplikasiKebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Reild, John L. 2007. Catatan Kuliah Farmakologi Klinis. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperatwatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar